KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kepada Allah SWT yang telah menolong
hamba-Nya menyelesaikan makalah ini dengan penuh kemudahan. Tanpa pertolongan
Allah SWT mungkin kami tidak akan sanggup menyelesaikan dengan baik.
Makalah ini disusun agar pembaca dapat memperluas ilmu
tentang “Aqidah, Syari’ah, dan Akhlak” yang kami sajikan
berdasarkan pengamatan dari berbagai sumber. Baik itu yang datang dari diri
penyusun maupun yang datang dari luar. Namun dengan penuh kesabaran dan
terutama pertolongan dari Allah SWT akhirnya makalah ini dapat terselesaikan.
Kami juga mengucapkan terima kasih kepada dosen
pembimbing yang telah membimbing penyusun agar dapat dimengerti
tentang bagaimana cara kami menyusun karya tulis.
Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih
luas kepada pembaca. Walaupun makalah ini memiliki kelebihan dan kekurangan.
Penyusun mohon untuk saran dan kritiknya. Terima kasih.
Medan,
20 September 2013
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
ISI :
BAB
I
Pendahuluan
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Alasan Pemilihan Judul 1
1.3 Rumusan dan Pembatasan Masalah 1
1.4 Maksud dan Tujuan Penulisan Masalah 1
BAB
II
Pembahasan
Aqidah
2.1 Pengertian Aqidah 2
2.2 Nama-nama Aqidah 3
2.3 Sumber Aqidah Islam 4
2.4 Fungsi Aqidah 6
Syariat
2.5 Pengertian Syari’at 7
2.6 Pembagian syariat Islam 9
2.7 Tujuan Syariat Islam 10
Ahlak
2.8 Pengertian Ahlak 12
2.9 Pembagian Ahlak 12
2.10 Ahlak baik terhadap Allah SWT,Orang tua,Sesama manusia Dan
Lingkungan
....................................................... 14
BAB
III Penutup
3.1Kesimpulan.............................................................. 17
DAFTAR
PUSTAKA................................................................................... 18
BAB I
PENDAHULUAN
1.4 LATAR BELAKANG
Pada makalah ini kami penulis akan membahas tentang pengertian, tujuan ,
manfaat , dan ayat al quran juga hadist yang menjelaskan tetang “Aqidah,
Syari’ah, dan Akhlak”. Kami mengetahui masih banyak sekali pemuda dan
pemudi masa kini yang belum terlalu peduli tentang ilmu agama.
Bahkan ada yang tidak peduli sama sekali di karenakan berbagai macam hal. Oleh
karena itu pembuatan makalah ini di harapkan dapat membantu teman –teman dan
juga kami penulis dalam memahami agama islam lebih dalam. Karena dengan kita
mengenal agama kita dengan baik maka kita pun insyaallah akan terhindar dari
dosa dan kesesatan.
1.2 ALASAN PENULISAN JUDUL
Dalam memilih judul makalah “Aqidah, Syari’ah, dan Akhlak”. Kami
memilih judul tersebut karena dalam pembahasanya nanti penulis hanya akan
berfokus pada pembahasan Aqidah, Syariat, dan Akhlak.
1.3 RUMUSAN DAN PEMBATASAN MASALAH
Dalam menyusun Makalah ini, kami memiliki beberapa cara terkait dengan judul
makalah yang kami buat, yaitu cara memecahkan masalah dan pengambilan keputusan.
Dalam makalah ini kami tidak menjelaskan secara detil.
1.4 MAKSUD DAN TUJUAN PENULISAN MASALAH
Maksud dan tujuan penulisan makalah ini untuk mengerjakan tugas yang telah
dosen berikan kepada kami, serta untuk memberikan pengertian kepada teman-teman
agar dapat mengerti apa yang akan kami bahas nantinya.
BAB II
PEMBAHASAN AQIDAH
2.1 Pengertian
Aqidah
Pengertian Aqidah Secara Bahasa (bahasa Arab) aqidah berasal
dari kata al-'aqdu (الْعَقْدُ) yang berarti ikatan, at-tautsiiqu (التَّوْثِيْقُ) yang berarti kepercayaan atau
keyakinan yang kuat, al-ihkaamu (اْلإِحْكَامُ) yang artinya mengokohkan
(menetapkan), dan ar-rabthu biquw-wah (الرَّبْطُ بِقُوَّةٍ) yang berarti mengikat dengan kuat,
at-tamaasuk(pengokohan) dan al-itsbaatu(penetapan). Di antaranya juga
mempunyai arti al-yaqiin(keyakinan) dan al-jazmu(penetapan).
"Al-‘Aqdu" (ikatan) lawan kata dari al-hallu(penguraian,
pelepasan). Dan kata tersebut diambil dari kata kerja: " ‘Aqadahu"
"Ya'qiduhu" (mengikatnya), " ‘Aqdan" (ikatan sumpah), dan
" ‘Uqdatun Nikah.Allah ta’ala berfirman :
لاَ يُؤَاخِذُكُمُ اللّهُ بِاللَّغْوِ فِي أَيْمَانِكُمْ وَلَـكِن يُؤَاخِذُكُم بِمَا عَقَّدتُّمُ الأَيْمَانَ فَكَفَّارَتُهُ إِطْعَامُ عَشَرَةِ مَسَاكِينَ مِنْ أَوْسَطِ مَا تُطْعِمُونَ أَهْلِيكُمْ أَوْ كِسْوَتُهُمْ أَوْ تَحْرِيرُ رَقَبَةٍ فَمَن لَّمْ يَجِدْ فَصِيَامُ ثَلاَثَةِ أَيَّامٍ ذَلِكَ كَفَّارَةُ أَيْمَانِكُمْ إِذَا حَلَفْتُمْ وَاحْفَظُواْ أَيْمَانَكُمْ كَذَلِكَ يُبَيِّنُ اللّهُ لَكُمْ آيَاتِهِ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ
Artinya :
“ Allah
tidak menghukum kamu disebabkan sumpah-sumpahmu yang tidak dimaksud (untuk
bersumpah), tetapi Dia menghukum kamu disebabkan sumpah-sumpah yang kamu
sengaja, maka kaffarat (melanggar) sumpah itu, ialah memberi makan sepuluh
orang miskin, yaitu dari makanan yang biasa kamu berikan kepada keluargamu, atau
memberi pakaian kepada mereka atau memerdekakan seorang budak. Barangsiapa
tidak sanggup melakukan yang demikian, maka kaffaratnya puasa selama tiga hari.
Yang demikian itu adalah kaffarat sumpah-sumpahmu bila kamu bersumpah (dan kamu
langgar). Dan jagalah sumpahmu. Demikianlah Allah menerangkan kepadamu
hukum-hukum-Nya agar kamu bersyukur (kepada-Nya)” (Al-Maa-idah : 89)[1]
Sedang secara teknis aqidah berarti iman, kepercayaan dan keyakinan. Dan
tumbuhnya kepercayaan tentunya di dalam hati, sehingga yang dimaksud aqidah
adalah kepercayaan yang menghujam atau tersimpul di dalam hati.
Sedangkan menurut istilah aqidah adalah hal-hal yang wajib dibenarkan oleh hati dan jiwa merasa tentram kepadanya, sehingga menjadi keyakinan kukuh yang tidak tercampur oleh keraguan.[2]
Adapun aqidah menurut para ahli seperti berikut :
Sedangkan menurut istilah aqidah adalah hal-hal yang wajib dibenarkan oleh hati dan jiwa merasa tentram kepadanya, sehingga menjadi keyakinan kukuh yang tidak tercampur oleh keraguan.[2]
Adapun aqidah menurut para ahli seperti berikut :
- M Hasbi Ash Shiddiqi mengatakan aqidah menurut ketentuan bahasa (bahasa arab) ialah sesuatu yang dipegang teguh dan terhunjam kuat di dalam lubuk jiwa dan tak dapat beralih dari padanya.
- Syaikh Mahmoud Syaltout adalah segi teoritis yang dituntut pertama-tama dan terdahulu dari segala sesuatu untuk dipercayai dengan suatu keimanan yang tidak boleh dicampuri oleh syakwasangka dan tidak dipengaruhi oleh keragu-raguan . Aqidah atau keyakinan adalah suatu nilai yang paling asasi dan prinsipil bagi manusia, sama halnya dengan nilai dirinya sendiri, bahkan melebihinya.
- Syekh Hasan Al-Bannah menyatakan aqidah sebagai sesuatu yang seharusnya hati membenarkannya sehingga menjadi ketenangan jiwa, yang menjadikan kepercayaan bersih dari kebimbangan dan keragu-raguan.
Dari uraian di atas kita dapat menyimpulkan bahwa Aqidah dalam agama
islam adalah keimanan yang teguh dan bersifat pasti kepada Allah dengan segala
pelaksanaan kewajiban, bertauhid dan taat kepada-Nya, beriman kepada Malaikat-malaikat-Nya, Rasul-rasul-Nya, Kitab-kitab-Nya, hari Akhir, takdir baik dan buruk dan
mengimani seluruh apa-apa yang telah shahih tentang prinsip-prinsip Agama
(Ushuluddin), perkara-perkara yang ghaib, beriman kepada apa yang menjadi ijma'(konsensus) dari Salafush Shalih,
serta seluruh berita-berita qath'i (pasti), baik secara ilmiah maupun secara
amaliyah yang telah ditetapkan menurut Al-Qur'an dan As-Sunnah yang shahih
serta ijma' Salaf as-Shalih..
2.2 Nama-nama Aqidah
1. Al – Iman
'Aqidah disebut juga dengan al Iman sebagaimana yang disebutkan dalam Al
Qur'an dan hadits -hadits Nabi saw, karena 'aqidah membahas rukun iman yang
enam dan hal - hal yang berkaitandengannya. Sebagaimana penyebutan al?Iman
dalam sebuah hadits yang masyhur disebutdengan hadits jibril as. Dan para
ularna sering menyebut istilah 'Aqidah dengan al Iman dalarnkitab - kitab
mereka.
2. 'Aqidah
(Itiqaad dan 'Aqaa'id)
Para ularna juga sering menyebut ilmu 'Aqaa'id dan al'I'tiqaad.
3. Tauhid
'Aqidah dinamakan dengan Tauhid karena pembahasannya berkisar seputar
Tauhid ataupengesaan kepada Allah di dalam Rububiyyah, Uluhiyyah dan Asma' wa
Shifat. jadi, Tauhidmerupakan kajian ilmu 'Aqidah yang paling mulia dan
merupakan tujuan utamanya. Oleh karenaitulah ilmu ini disebut dengan ilmu
Tauhid.
4. As Sunnah
Disebut As Sunnah karena para penganutnya mengikuti jalan yang diternpuh
oleh Rasulullah danpara Sahabat ra, di dalam masalah 'aqidah. Dan istilah ini
merupakan istilah masyhur (populer)pada tiga generasi pertama
5.
Ushuluddin dan Ushuluddiyanah
Ushul artinya rukun - rukun Iman, rukun - rukun Islam dan masalah - masalah
yang qath'i sertahal - hal yang telah menjadi kesepakatan para ulama.
6. Al Fiqhul
Akbar
Ini adalah nama lain Ushuluddin dan kebalikan dari al Fiqhul Ashghar, yaltu
kumpulan hukum -hukum ijtihadi.
7. Asy
Syari'ah
Maksudnya adalah segala sesuatu yang telah ditetapkan oleh Allah saw, dan
RasulNya
berupa jalan - jalan petunjuk, terutama dan yang paling pokok adalah
Ushuluddin (dasar - dasar agama).
2.3 Sumber Aqidah Islam
Jika kita menelaah tulisan para ulama dalam menjelaskan akidah, maka akan
didapati 2 sumber pengambilan dalil penting. Dua sumber tersebut meliputi :
1. Dalil asas dan inti yang mencakup Al Qur’an, As Sunnah dan Ijma’ para ulama
2. Dalil penyempurnaan yang mencakup akal sehat manusia dan fitrah kehidupan yang telah diberikan oleh Allah azza wa jalla
1. Dalil asas dan inti yang mencakup Al Qur’an, As Sunnah dan Ijma’ para ulama
2. Dalil penyempurnaan yang mencakup akal sehat manusia dan fitrah kehidupan yang telah diberikan oleh Allah azza wa jalla
Al-Quran
Sebagai Sumber ‘Aqidah
Al Qur’an adalah firman Alloh yang diwahyukan kepada Rasululloh sholallahu ‘alaihi wassalam melalui perantara Jibril. Di dalamnya, Alloh telah menjelaskan segala sesuatu yang dibutuhkan oleh hamba-Nya sebagai bekal kehidupan di dunia maupun di akhirat. Ia merupakan petunjuk bagi orang-orang yang diberi petunjuk, pedoman hidup bagi orang yang beriman, dan obat bagi jiwa-jiwa yang terluka. Keagungan lainnya adalah tidak akan pernah ditemui kekurangan dan celaan di dalam Al Qur’an, sebagaimana dalam firman-Nya :
Al Qur’an adalah firman Alloh yang diwahyukan kepada Rasululloh sholallahu ‘alaihi wassalam melalui perantara Jibril. Di dalamnya, Alloh telah menjelaskan segala sesuatu yang dibutuhkan oleh hamba-Nya sebagai bekal kehidupan di dunia maupun di akhirat. Ia merupakan petunjuk bagi orang-orang yang diberi petunjuk, pedoman hidup bagi orang yang beriman, dan obat bagi jiwa-jiwa yang terluka. Keagungan lainnya adalah tidak akan pernah ditemui kekurangan dan celaan di dalam Al Qur’an, sebagaimana dalam firman-Nya :
وَتَمَّتْ كَلِمَتُ رَبِّكَ صِدْقاً وَعَدْلاً لاَّ مُبَدِّلِ لِكَلِمَاتِهِ وَهُوَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ
“Telah
sempurnalah kalimat Rabbmu (Al Qur’an) sebagai kalimat yang benar dan adil.
Tidak ada yang dapat merubah-rubah kalimat-Nya dan Dialah yang Maha Mendengar
lagi Maha Mengetahui” (Q.S. Al An’am:115)
Al Imam Asy
Syatibi mengatakan bahwa sesungguhnya Alloh telah menurunkan syariat ini kepada
Rasul-Nya yang di dalamnya terdapat penjelasan atas segala sesuatu yang
dibutuhkan manusia tentang kewajiban dan peribadatan yang dipikulkan di atas
pundaknya, termasuk di dalamnya perkara akidah.
Allah menurunkan Al Qur’an sebagai sumber hukum akidah karena Dia tahu
kebutuhan manusia sebagai seorang hamba yang diciptakan untuk beribadah
kepada-Nya. Bahkan jika dicermati, akan ditemui banyak ayat dalam Al Qur’an
yang menjelaskan tentang akidah, baik secara tersurat maupun secara tersirat.
Oleh karena itu, menjadi hal yang wajib jika kita mengetahui dan memahami
akidah yang bersumber dari Al Qur’an karena kitab mulia ini merupakan
penjelasan langsung dari Rabb manusia, yang haq dan tidak pernah sirna ditelan
masa.
As Sunnah:
Sumber Kedua
Seperti halnya Al Qur’an, As Sunnah adalah satu jenis wahyu yang datang dari Alloh subhanahu wata’ala walaupun lafadznya bukan dari Alloh tetapi maknanya datang dari-Nya. Hal ini dapat diketahui dari firman Allah :
Seperti halnya Al Qur’an, As Sunnah adalah satu jenis wahyu yang datang dari Alloh subhanahu wata’ala walaupun lafadznya bukan dari Alloh tetapi maknanya datang dari-Nya. Hal ini dapat diketahui dari firman Allah :
(٤)إِنْ هُوَ إِلَّا وَحْيٌ يُوحَى (٣)وَمَا يَنطِقُ عَنِ الْهَوَى
“Dan dia
(Muhammad) tidak berkata berdasarkan hawa nafsu, ia tidak lain kecuali wahyu
yang diwahyukan” (Q.S An Najm : 3-4)
Rasululloh
sholallahu ‘alaihi wassalam juga bersabda:
“Tulislah,
Demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, tidak keluar darinya kecuali
kebenaran sambil menunjuk ke lidahnya”. (Riwayat Abu Dawud)
Dan
firman-Nya :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ أَطِيعُواْ اللّهَ وَأَطِيعُواْ الرَّسُولَ وَأُوْلِي الأَمْرِ مِنكُمْ فَإِن تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللّهِ وَالرَّسُولِ إِن كُنتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ ذَلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلاً
“Hai
orang-orang yang beriman, ta`atilah Allah dan ta`atilah Rasul (Nya), dan ulil
amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu,
maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Qur'an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu
benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih
utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.” (Q.S An Nisaa:59)
Firman Allah tersebut menunjukkan bahwa tidak ada pilihan lain bagi seorang
muslim untuk juga mengambil sumber-sumber hukum akidah dari As Sunnah dengan
pemahaman ulama. Ibnul Qoyyim juga pernah berkata “Allah memerintahkan untuk
mentaati-Nya dan mentaati Rasul-Nya sholallohu ‘alaihi wassalam dengan
mengulangi kata kerja (taatilah) yang menandakan bahwa menaati Rasul wajib
secara independent tanpa harus mencocokkan terlebih dahulu dengan Al Qur’an,
jika beliau memerintahkan sesuatu. Hal ini dikarenakan tidak akan pernah ada
pertentangan antara Qur’an dan Sunnah.
a.
Ijma’ Para Ulama
Ijma’ adalah sumber akidah yang berasal dari kesepakatan para mujtahid umat
Muhammad sholallohu ‘alaihi wassalam setelah beliau wafat, tentang urusan pada
suatu masa. Mereka bukanlah orang yang sekedar tahu tentang masalah ilmu tetapi
juga memahami dan mengamalkan ilmu.
Di dalam pengambilan ijma’ terdapat juga beberapa kaidah-kaidah penting yang tidak boleh ditinggalkan. Ijma’ dalam masalah akidah harus bersandarkan kepada dalil dari Al Qur’an dan Sunnah yang shahih karena perkara akidah adalah perkara tauqifiyah yang tidak diketahui kecuali dengan jalan wahyu. Sedangkan fungsi ijma’ adalah menguatkan Al Quran dan Sunnah serta menolak kemungkinan terjadinya kesalahan dalam dalil yang dzoni sehingga menjadi qotha’i.
Di dalam pengambilan ijma’ terdapat juga beberapa kaidah-kaidah penting yang tidak boleh ditinggalkan. Ijma’ dalam masalah akidah harus bersandarkan kepada dalil dari Al Qur’an dan Sunnah yang shahih karena perkara akidah adalah perkara tauqifiyah yang tidak diketahui kecuali dengan jalan wahyu. Sedangkan fungsi ijma’ adalah menguatkan Al Quran dan Sunnah serta menolak kemungkinan terjadinya kesalahan dalam dalil yang dzoni sehingga menjadi qotha’i.
b.
Akal Sehat Manusia
Selain ketiga sumber akidah di atas,
akal juga menjadi sumber hukum akidah dalam Islam. Hal ini merupakan bukti
bahwa Islam sangat memuliakan akal serta memberikan haknya sesuai dengan
kedudukannya. Termasuk pemuliaan terhadap akal juga bahwa Islam memberikan batasan
dan petunjuk kepada akal agar tidak terjebak ke dalam pemahaman-pemahaman yang
tidak benar. Hal ini sesuai dengan sifat akal yang memiliki keterbatasan dalam
memahami suatu ilmu atau peristiwa.
c.
Fitrah Kehidupan
Dalam sebuah hadits Rasululloh sholallohu ‘alaihi wassalam bersabda
Dalam sebuah hadits Rasululloh sholallohu ‘alaihi wassalam bersabda
“Setiap anak
yang lahir dalam keadaan fitrah, maka kedua orang tuanyalah yang membuat ia
menjadi Yahudi, Nasrani atau Majusi” (H.R Muslim)
Dari hadits
ini dapat diketahui bahwa sebenarnya manusia memiliki kecenderungan untuk
menghamba kepada Alloh. Akan tetapi, bukan berarti bahwa setiap bayi yang lahir
telah mengetahui rincian agama Islam. Setiap bayi yang lahir tidak mengetahui
apa-apa, tetapi setiap manusia memiliki fitrah untuk sejalan dengan Islam
sebelum dinodai oleh penyimpangan-penyimpangan. Bukti mengenai hal ini adalah
fitrah manusia untuk mengakui bahwa mustahil ada dua pencipta alam yang
memiliki sifat dan kemampuan yang sama
2.4 Fungsi
Aqidah
Sebagai hal yang sangat fundamental bagi seseorang, aqidah oleh karenanya
disebut sebagai titik tolak dan sekaligus merupakan tujuan hidup. Atas dasar
itu maka aqidah memiliki peran yang sangat penting di dalam memunculkan
semangat peningkatan kualitas hidup seseorang. Fungsi tersebut antara lain:
A.
Akidah Dapat Menimbulkan Optimisme Dalam Kehidupan.
Sebab manusia yang di dalam dirinya tertanam akidah atau keyakinan yang
kuat, akan selalu merasa optimis dan merasa akan berhasil dalam segala
usahanya. Keyakinan ini didorong oleh keyakinan yang lain bahwa allah sangat
dekat padanya, bahkan selalu menyertainya dalam usaha dan
aktivitas-aktivitasnya.
B.
Akidah Dapat Menumbuhkan Kedisiplinan.
Disiplin dimaksud, seperti disebut oleh beberapa Ulama, adalah kepatuhan
dan ketaatan dalam mengikuti semua ketentuan dan tata tertib yang berlaku,
termasuk hukum alam (sunnah allah) dengan kesadaran dan tanggung jawab. Akidah
yang mantap akan mampu menempatkan diri seseorang sebagai makhluk berdisiplin
tinggi dalam kehidupanya. Disiplin adalah kata kunci untuk keberhasilan. Karena
itu bila seseorang muslim ingin berhasil, ia harus berdisplin. Tanpa dsiplin,
tidak munngkin seseorang dapat meraih kesuksesanya. Dalam konteks peningkatan
kualitas hidup displin sangat dituntut terutama:
1. Disiplin dalam
waktu. Artinya, tertib dan teratur dalam memanfaatkannya dalam penanganan
kerja maupun dalam melakukan ibadah mahdhah.
2. Disiplin dalam
bekerja. Artinya, seorang muslim yang berakidah menyadari bahwa ia harus
bekerja, sebagai pelaksanaan tanggung jawabnya sebagai khalifah Allah. Dan agar
kerjanya berhasil baik, diperlukan sikap displin. Sebab penangan kerja dengan
kedisplinan akan menghasilkan sesuatu secara maksimal dan membahagiakan.
C. Aqidah Berpengaruh Dalam Peningkatan Etos Kerja.
Sebab seseorang yang memilki
keyakinan yang mantap akan selalu berupaya keras untuk keberhasilan kerjanya,
sebagai bagian dari pemenuhan kataatanya pada Allah. Dengan demikian melalui
aqidahnya akan tersembul etos kerja yang baik yang tercermin dari ciri-ciri
berikut ini:
1) Memiliki jiwa kepeloporan dalam menegakan kebenaran
Kepeloporan
disini dimaksud sebagai mengambil peran secara aktif untuk mempengaruhi orang
lain agar dapat meningkatkan kualitas hidupnya. Jadi, ia memilki kemampuan
untuk mengambil posisi dan sekaligus memainkan peran (role) sehingga kehadiranya
selalu dirasakan memberikan spirit bagi munculnya semangat peningkatan kualitas
hidup setiap oran di sekitarnya.
2) Memiliki perhitungan (kalkulatif)
Setiap langkah dalam hidupnya selalu diperhitungkan dari segala aspek,
termasuk untung dan resikonya, dan tentu saja sebuah perhitungan yang rasional.
3) Memiliki rasa iri yang mendalam pada perbuatan tidak merasa puas
dalam berbuat kebajikan.
Tipe muslim yang memilki aqidah yang kaut akan tampak dari semangatnya yang
tak kenal lelah melakukan berbagai aktivitas untuk mencapai dan menegakan
kebaikan. Sekali dia berniat, ia akan menepati cita-citanya secara serius dan
cermat, serta tidah mudah menyerah bila berhadapan dengan cobaan dan rintangan.
Dengan semangat semacam ini seorang muslim selalu berusaha mengambil posisi dan
memainkan peranan positif, dinamis, dan keratif dalam penanganan kerjanya, dan
memberi contoh kepada orang yang disekitarnya
Syari’ah
2.5 Pengertian syari’ah
Syari’ah
Islam adalah
hukum dan aturan Islam yang mengatur seluruh sendi kehidupan umat Muslim.
Selain berisi hukum dan aturan, syariat Islam juga berisi penyelesaian masalah
seluruh kehidupan ini. Maka oleh sebagian penganut Islam, syariat Islam
merupakan panduan menyeluruh dan sempurna seluruh permasalahan hidup manusia
dan kehidupan dunia ini.
Terkait dengan susunan tertib syariat, Al Qur'an dalam surat Al Ahzab ayat 36
yang berbunyi :
وَمَا كَانَ لِمُؤْمِنٍ وَلَا مُؤْمِنَةٍ إِذَا قَضَى اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَمْراً أَن يَكُونَ لَهُمُ الْخِيَرَةُ مِنْ أَمْرِهِمْ وَمَن يَعْصِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ ضَلَّ ضَلَالاً مُّبِيناً
Artinya :
“Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mu'min dan
tidak (pula) bagi perempuan yang mu'min, apabila Allah dan Rasul-Nya telah
menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang
urusan mereka. Dan barangsiapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka sungguhlah
dia telah sesat, sesat yang nyata” (QS Al Azhab 73:33)
Islam mengajarkan bahwa sekiranya Allah dan Rasul-Nya sudah memutuskan suatu perkara,
maka umat Islam tidak diperkenankan mengambil ketentuan lain. Oleh sebab itu,
secara implisit dapat dipahami bahwa jika terdapat suatu perkara yang Allah dan
Rasul-Nya belum menetapkan ketentuannya, maka umat Islam dapat menentukan
sendiri ketetapannya itu. Pemahaman makna ini didukung oleh ayat Al Qur'an
dalam Surat Al Maidah (QS 5:101) yang menyatakan bahwa hal-hal yang tidak
dijelaskan ketentuannya sudah
dimaafkan Allah. Yang berbunyi :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ لاَ تَسْأَلُواْ عَنْ أَشْيَاء إِن تُبْدَ لَكُمْ تَسُؤْكُمْ وَإِن تَسْأَلُواْ عَنْهَا حِينَ يُنَزَّلُ الْقُرْآنُ تُبْدَ لَكُمْ عَفَا اللّهُ عَنْهَا وَاللّهُ غَفُورٌ حَلِيمٌ
Artinya :
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu
menanyakan (kepada Nabimu) hal-hal yang jika diterangkan kepadamu, niscaya
menyusahkan kamu dan jika kamu menanyakan di waktu Al Qur'an itu sedang
diturunkan, niscaya akan diterangkan kepadamu. Allah mema`afkan (kamu) tentang
hal-hal itu. Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyantun” (QS 5:101)
Dengan demikian, perkara yang
dihadapi umat Islam dalam menjalani hidup beribadahnya kepada Allah SWT itu dapat
disederhanakan dalam dua kategori, yaitu apa yang disebut sebagai perkara yang
termasuk dalam kategori Asas Syara' dan perkara yang masuk dalam kategori Furu'
Syara'.
· Asas Syara'
Yaitu perkara yang sudah ada dan
jelas ketentuannya dalam Al Qur'an atau Al Hadits. Kedudukannya sebagai Pokok
Syari'ah Islam dimana Al Qur'an itu asas pertama Syara' dan Al Hadits
itu asas kedua Syara'. Sifatnya, pada dasarnya mengikat
umat Islam seluruh dunia dimanapun berada, sejak kerasulan Nabi Muhammad SAW
hingga akhir zaman, kecuali dalam keadaan darurat.
Keadaan darurat dalam istilah agama
Islam diartikan sebagai suatu keadaan yang memungkinkan umat Islam tidak
mentaati Syariat Islam, ialah keadaan yang terpaksa atau dalam keadaan
yang membahayakan diri secara lahir dan batin, dan keadaan tersebut tidak
diduga sebelumnya atau tidak diinginkan sebelumnya, demikian pula dalam
memanfaatkan keadaan tersebut tidak berlebihan. Jika keadaan darurat itu
berakhir maka segera kembali kepada ketentuan syariat yang berlaku.
· Furu' Syara'
Yaitu perkara yang tidak ada atau
tidak jelas ketentuannya dalam Al'quran dan Al Hadist. Kedudukannya sebagai
cabang Syariat Islam. Sifatnya pada dasarnya tidak mengikat seluruh
umat Islam di dunia kecuali diterima Ulil Amri setempat menerima sebagai
peraturan / perundangan yang berlaku dalam wilayah kekuasaanya. Perkara atau masalah
yang masuk dalam furu' syara' ini juga disebut sebagai perkara ijtihadiyah.
Makna pertama adalah agama, yaitu apa-apa
yang Allah tetapkan untuk hamba-hamba-Nya dan mengutus utusan dengan
kitab-kitab untuk menyampaikannya dan untuk menunjukkan manusia kepada kebaikan
akhlak, muamalah dan dalam hubungan dengan Sang Pencipta. dengan makna ini,
syariah bermakna agama secara keseluruhan yang mencakup dasar dan
bagian-bagiannya. sebagaimana firman Allah :
شَرَعَ لَكُم مِّنَ الدِّينِ مَا وَصَّى بِهِ نُوحاً وَالَّذِي أَوْحَيْنَا إِلَيْكَ وَمَا وَصَّيْنَا بِهِ إِبْرَاهِيمَ وَمُوسَى وَعِيسَى أَنْ أَقِيمُوا الدِّينَ وَلَا تَتَفَرَّقُوا فِيهِ كَبُرَ عَلَى الْمُشْرِكِينَ مَا تَدْعُوهُمْ إِلَيْهِ اللَّهُ يَجْتَبِي إِلَيْهِ مَن يَشَاءُ وَيَهْدِي إِلَيْهِ مَن يُنِيبُ
Artinya : "Dia telah mensyari'atkan bagi kamu tentang agama
apa yang telah diwasiatkan-Nya kepada Nuh dan apa yang telah Kami wahyukan kepadamu
dan apa yang telah Kami
wasiatkan kepada Ibrahim, Musa dan Isa yaitu: Tegakkanlah agama dan
janganlah kamu wasiatkan kepada Ibrahim, Musa dan Isa yaitu: Tegakkanlah agama
dan janganlah kamu berpecah belah tentangnya. Amat berat bagi orang-orang
musyrik agama yang kamu seru mereka kepadanya. Allah menarik kepada agama itu
orang yang dikehendaki-Nya dan memberi petunjuk kepada (agama)-Nya orang yang
kembali (kepada-Nya)." (QS Asy-Syura : 13)
Setiap nabi dan rosul di perintahkan untuk menegakkan
agama Allah, yaitu menegakkan tauhid dengan meng-esa-kan Allah. dan dengan ini,
maka syariah berarti dasar agama.
Makna kedua adalah makna yang khusus, yaitu hukum-hukum
syariah amaliyah (fiqih). dengan makna ini, syariah di sebut untuk
bagian-bagian agama yang termasuk di dalamnya masalah-masalah ibadah. dengan
makna ini juga berarti syariah tidak sama dengan syariah yang lainnya. Allah
berfirman :
وَأَنزَلْنَا إِلَيْكَ الْكِتَابَ بِالْحَقِّ مُصَدِّقاً لِّمَا بَيْنَ يَدَيْهِ مِنَ الْكِتَابِ وَمُهَيْمِناً عَلَيْهِ فَاحْكُم بَيْنَهُم بِمَا أَنزَلَ اللّهُ وَلاَ تَتَّبِعْ أَهْوَاءهُمْ عَمَّا جَاءكَ مِنَ الْحَقِّ لِكُلٍّ جَعَلْنَا مِنكُمْ شِرْعَةً وَمِنْهَاجاً وَلَوْ شَاء اللّهُ لَجَعَلَكُمْ أُمَّةً وَاحِدَةً وَلَـكِن لِّيَبْلُوَكُمْ فِي مَا آتَاكُم فَاسْتَبِقُوا الخَيْرَاتِ إِلَى الله مَرْجِعُكُمْ جَمِيعاً فَيُنَبِّئُكُم بِمَا كُنتُمْ فِيهِ تَخْتَلِفُونَ
Artinya :
"Dan Kami telah turunkan kepadamu Al Quran dengan membawa kebenaran,
membenarkan apa yang sebelumnya, yaitu kitab-kitab (yang diturunkan sebelumnya)
dan batu ujian terhadap
kitab-kitab yang lain itu; maka putuskanlah perkara mereka menurut apa yang
Allah turunkan dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka dengan
meninggalkan kebenaran yang telah datang kepadamu. Untuk tiap-tiap umat
diantara kamu, Kami
berikan aturan dan jalan yang terang." (QS Al-Maidah : 48)
Dan agama berarti hukum-hukum dan
aturan-aturan. dan hukum syariah di bagi menjadi tiga: Hukum Syariah
I'tiqadiyah (Tauhid), Hukum Syariah Akhlaqiah (Tahdzib), dan Hukum Syariah
Amaliyah (Fiqih).
2.6 Pembagian Syariat Islam
Hukum yang diturunkan melalui Nabi Muhammad saw. untuk segenap
manusia dibagi menjadi tiga bagian, yaitu:
1.
Ilmu Tauhid
yaitu hukum atau peraturan-peraturan
yang berhubungan dengan dasar-dasar keyakinan agama Islam, yang tidak boleh
diragukan dan harus benar-benar menjadi keimanan kita. Misalnya, peraturan yang
berhubungan dengan Dzat dan Sifat Allah swt. yang harus iman kepada-Nya, iman
kepada rasul-rasul-Nya, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, dan iman kepada
hari akhir termasuk di dalamnya kenikmatan dan siksa, serta iman kepada qadar
baik dan buruk. Ilmu tauhid ini dinamakan juga Ilmi Aqidah atau Ilmu Kalam.
2. Ilmu Akhlak,
yaitu peraturan-peraturan yang berhubungan dengan pendidikan dan penyempurnaan
jiwa. Misalnya, segala peraturan yang mengarah pada perlindungan keutamaan dan
mencegah kejelekan-kejelekan, seperti kita harus berbuat benar, harus memenuhi
janji, harus amanah, dan dilarang berdusta dan berkhianat.
3. Ilmu Fiqh, yaitu
peraturan-peraturan yang mengatur hubungan manusia dengan Tuhannya dan hubungan
manusia dengan sesamanya. Ilmu Fiqh mengandung dua bagian: pertama, ibadah,
yaitu yang menjelaskan tentang hukum-hukum hubungan manusia dengan Tuhannya.
Dan ibadah tidak sah (tidak diterima) kecuali disertai dengan niat. Contoh
ibadah misalnya shalat, zakat, puasa, dan haji. Kedua, muamalat, yaitu bagian
yang menjelaskan tentang hukum-hukum hubungan antara manusia dengan sesamanya.
Ilmu Fiqh dapat juga disebut Qanun (undang-undang).[5]
2.7 Tujuan Syariat Islam
Menurut buku “Syariah dan Ibadah” (Pamator 1999) yang disusun oleh Tim
Dirasah Islamiyah dari Universitas Islam Jakarta, ada 5 (lima) hal pokok yang merupakan
tujuan utama dari Syariat Islam, yaitu:
1.
Memelihara kemaslahatan agama (Hifzh al-din)
Agama Islam
harus dibela dari ancaman orang-orang yang tidak bertanggung-jawab yang hendak
merusak aqidah, ibadah dan akhlak umat. Ajaran Islam memberikan kebebasan untuk
memilih agama, seperti ayat Al-Quran:
Artinya :
“Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); sesungguhnya telah jelas
jalan yang benar daripada jalan yang sesat. Karena itu barangsiapa yang ingkar
kepada Thaghut dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang
kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus. Dan Allah Maha
Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS Al-Baqarah 256).
Akan tetapi,
untuk terpeliharanya ajaran Islam dan terciptanya rahmatan lil’alamin, maka
Allah SWT telah membuat peraturan-peraturan, termasuk larangan berbuat musyrik
dan murtad:
“Sesungguhnya
Allah tidak akan mengampuni dosa syirik dan Dia mengampuni segala dosa yang
selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendakiNya. Barangsiapa yang
mempesekutukan Allah, maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar.” (QS
An-Nisaa [4]:
48).
Dengan
adanya Syariat Islam, maka dosa syirik maupun murtad akan ditumpas.
2.
Memelihara jiwa (Hifzh al-nafsi)
Agama Islam
sangat menghargai jiwa seseorang. Oleh sebab itu, diberlakukanlah hukum qishash
yang merupakan suatu bentuk hukum pembalasan. Seseorang yang telah membunuh
orang lain akan dibunuh, seseorang yang telah mencederai orang lain, akan
dicederai, seseorang yang yang telah menyakiti orang lain, akan disakiti secara
setimpal. Dengan demikian seseorang akan takut melakukan kejahatan. Ayat Al-Quran
menegaskan:
“ Hai
orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu qishaash berkenaan dengan
orang-orang yang dibunuh; orang merdeka dengan orang merdeka, hamba dengan
hamba dan wanita dengan wanita. Maka barangsiapa yang mendapat suatu pema`afan
dari saudaranya, hendaklah (yang mema`afkan) mengikuti dengan cara yang baik,
dan hendaklah (yang diberi ma`af) membayar (diat) kepada yang memberi ma`af
dengan cara yang baik (pula). Yang demikian itu adalah suatu keringanan dari
Tuhan kamu dan suatu rahmat. Barangsiapa yang melampaui batas sesudah itu, maka
baginya siksa yang sangat pedih. (QS Al-Baqarah [2]: 178).
Namun, qishash tidak diberlakukan jika si pelaku dimaafkan oleh yang
bersangkutan, atau daiat (ganti rugi) telah dibayarkan secara wajar. Ayat Al-Quran
menerangkan hal ini:
3.
Memelihara akal (Hifzh al-’aqli)
Kedudukan
akal manusia dalam pandangan Islam amatlah penting. Akal manusia dibutuhkan
untuk memikirkan ayat-ayat Qauliyah (Al-Quran) dan kauniah (sunnatullah) menuju
manusia kamil. Salah satu cara yang paling utama dalam memelihara akan adalah
dengan menghindari khamar (minuman keras) dan judi.
4.
Memelihara keturunan dan kehormatan (Hifzh al-nashli)
Islam secara
jelas mengatur pernikahan, dan mengharamkan zina. Didalam Syariat Islam telah jelas
ditentukan siapa saja yang boleh dinikahi, dan siapa saja yang tidak boleh
dinikahi
5.
Memelihara harta benda (Hifzh al-mal)
Dengan
adanya Syariat Islam, maka para pemilik harta benda akan merasa lebih aman,
karena Islam mengenal hukuman Had, yaitu potong tangan dan/atau kaki. Seperti
yang tertulis di dalam Al-Quran:
“Laki-laki
yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya
(sebagaimana) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari
Allah. Dan Allah Maha perkasa lagi Maha Bijaksana”
(QS Al-Maidah [5]: 38).
(QS Al-Maidah [5]: 38).
Hukuman ini bukan diberlakukan dengan semena-mena. Ada batasan tertentu dan
alasan yang sangat kuat sebelum diputuskan. Jadi bukan berarti orang mencuri
dengan serta merta dihukum potong tangan. Dilihat dulu akar masalahnya dan apa
yang dicurinya serta kadarnya. Jika ia mencuri karena lapar dan hanya mengambil
beberapa butir buah untuk mengganjal laparnya, tentunya tidak akan dipotong
tangan. Berbeda dengan para koruptor yang sengaja memperkaya diri dengan menyalahgunakan
jabatannya, tentunya hukuman berat sudah pasti buatnya. Dengan demikian Syariat
Islam akan menjadi andalan dalam menjaga suasana tertib masyarakat terhadap
berbagai tindak pencurian.
Akhlak
2.8 Pengertian Ahlak
Akhlak secara terminologi berarti
tingkah laku seseorang yang didorong oleh suatu keinginan secara sadar untuk
melakukan suatu perbuatan yang baik. Akhlak merupakan bentuk jamak
dari kata khuluk, berasal dari bahasa Arab yang berarti perangai, tingkah
laku, atau tabiat.
Dalam Encyclopedia Brittanica, akhlak disebut
sebagai ilmu akhlak
yang mempunyai arti sebagai studi yang sistematik tentang tabiat dari pengertian nilai baik, buruk, seharusnya benar, salah dan sebaginya tentang prinsip umum dan dapat diterapkan
terhadap sesuatu, selanjutnya dapat disebut juga sebagai filsafat moral.
Akhlak menempati posisi yang sangat penting dalam Islam. Ia dengan takwa
merupakan'buah' pohon Islam yang berakarkan akidah, bercabang dan berdaun
syari'ah. Pentingnyakedudukan akhlak, dapat dilihat dari berbagai sunnah
qauliyah (sunnah dalam bentuk perkataan)Rasulullah. Diantaranya adalah:
Akhlak Nabi Muhammad, yang diutus menyempurnakan akhlak manusia itu,
disebut akhlak Islami karena bersumber dari wahyu Allah yang kini terdapat
dalam Al-Qur'an yang menjadisumber utama ajaran Islam.[7]
2.9 Pembagian Akhlak
Secara garis besar akhlak dapat dibagi menjadi dua,
yaitu sebagai berikut:
· Akhlak
Al-Karimah ( Mahmudah )
Akhlak Al-Karimah yaitu akhlak yang senantiasa berada
dalam kontrol ilahiyah yang dapat membawa nilai-nilai positif dan kondusif bagi
kemaslahatan ummat. Adapun yang tergolong kepada akhlak al-karimah atau akhlak
yang mulia di antaranya :
1. Benar atau
jujur
Benar atau jujur termasuk golongan
akhlak al-karimah. Benar artinya sesuainya sesuatu dengan kenyataan yang
sesungguhnya, dan ini tidak saja berupa perkataan tetapi juga perbuatan. Dal;am
bahasa arab benae atau jujur di sebut siddik (صِدِيْقٌ ), lawan dari kizbu
(كِدْبُ) yaitu bohong atau dusta
2. Ikhlas
Ikhlas adalah murni atau bersih, tak
ada campuran, ibarat emas, ialah emas tulen, bersih dari segala macam campuran
yang lain seperti: perak dan lain sebagainya. Maksud bersih disini ialah
bersihnya sesuatu pekerjaan dari campuran motif-motif yang selain Allah,
seperti ingin di puji orang, ingin mendapat nama dan lain sebagainya. Jadi,
sesuatu pekerjaan dapat di katakan ikhlas, kalau pekerjaan itu di lakukan
semata-mata karena Allah saja, mengharap ridhonya dan pahalanya
3. Qona’ah
Qona’ah ialah menerima dengan rela
apa yang ada atau merasa cukup dengan apa yang dimiliki. Qona’ah dalam
pengertian yang luas sebenarnya mengandung lima perkara:
a. Menerima dengan rela apa yang ada
b. Memohon kepada tuhan tambahan yang pantas, disertai
dengan usaha atau ikhtiar
c. Menerima dengan sabar ketentuan tuhan
d. Tidak tertarik oleh tipu daya dun
4.
Malu
Malu ialah perasaan undur seseorang
sewaktu lahir atau tampak dari dirinya sesuatu yang membawa ia tercela. Adakala
ia malu kepada dirinya sendiri, atau kepada orang lain, atau adakala juga malu
kepada Allah. Ketiga macam ini lebih-lebih malu kepada Allah merupakan sendi
keutamaan dan pokok dasar budi pekerti yang mulia, sebab dengan adanya malu
kepada Allah orang tidak akan berani durhaka kepada Allah dengan melanggar
segala larangannya serta mengabaikan perintah-perintahnya, baik sewaktu dilihat
orang maupun tidak.
- Akhlak Mazmumah
Akhlak mazmumah yaitu akhlak yang tidak dalam kontrol
ilahiyah, atau berasal dari hawa nafsu yang berada dalam lingkaran syaithoniyah
dan dapat membawa suasana negatif serta destruktif bagi kepentingan umat islam
Macam-macam akhlak mazmumah
Ø Bohong atau
dusta
Bohong atau dusta adalah pernyataan
tentangn suatu hal yang tidak cocok dengan kenyataan yang sesungguhnya, dan ini
tidak saja menyangkut perkataantetapi juga perbuatan. Dalam pandangan agama,
dusta adalah suatu hal yang sangat terkutuk dan tercela, ia merupakan pokok dan
induk dari bermacam-maacm akhlak yang buruk, yang tidak saj amerugikan
masyarakat pada umumnya tetapi juga merugikan orang itu sendiri.
Ø Takabbur
Takabbur ialah salah satu diantara
akhlak yang tercela pula. Arti takabbur ialah merasa atau mengaku dirinya
besar, tinggi atau mulia, melebihi orang lain, pendek kata merasa dirinya serba
hidup. Sikap yang demikian berakibat dia tidak tahu dirinya, sukar menyadari
kelemahan atau kesalahan dirinya, dan kelebihan atau kebenaran orang lain,
karena itu Nabi SAW
barkata: الْكِدب تَطَرُ الْحَقِ وَ غَظَمُ النَاسِ “Takabbur
itu ialah menolak kebenaran dan menghinakan orang lain” ( HR. Muslim )
Ø Dengki
13
Dengki atau kata arabnya “hasad”
jelas termasuk akhlak mazmumah. Dengki itu ialah rasa atau sikap tidak senang
atas kenikmatan yang di peroleh orang lain dan berusaha untuk menghilangkan
kenikmatan itu dari orang lain tersebut, baik dengan maksud supaya kenikmataan
itu berpindah ketangan sendiri atau tidak
2.10 Ahlak baik terhadap Allah SWT , Orang tua ,
Sesama
Manusia
dan Lingkungan
- Akhlak Baik Terhadap Allah SWT
Ø Beribadah
kepada Allah, yaitu melaksanakan perintah Aalh untuk menyembah-Nya sesuai
dengan perintah-Nya. Seorang muslim beribadah membuktikan ketundukan terhadap
perintah Allah.
Ø Berzikir
kepada Allah, yaitu mengingat Allah dalam berbagai situasi dan kondisi, baik
diucapkan dengan mulut maupun dalam hati. Berzikir kepada Allah melahirkan
ketenangan dan ketentraman hati.
Ø Berdo’a
kepada Allah, yaitu memohon apa saja kepada Allah. Do’a merupakan inti ibadah,
karena ia merupakan pengakuan akan keterbatasan dan ketidakmampuan manusia,
sekaligus pengakuan akan kemahakuasaan Allah terhadap segala sesuatu. Kekuatan
do’a dalam ajaran Islam sangat luar biasa, karena ia mampu menembus kekuatan
akal manusia. Oleh karena itu berusaha dan berdo’a merupakan dua sisi tugas
hidup manusia yang bersatu secara utuh dalam aktifitas hidup setiap
muslim.Orang yang tidak pernah berdo’a adalah orang yang tidak menerima
keterbatasan dirinya sebagai manusia karena itu dipandang sebagai orang yang
sombong ; suatu perilaku yang tidak disukai Allah.
Ø Tawakal
kepada Allah, yaitu berserah diri sepenuhnya kepada Allah dan menunggu hasil
pekerjaan atau menanti akibat dari suatu keadaan.
Ø Tawaduk
kepada Allah, yaitu rendah hati di hadapan Allah. Mengakui bahwa dirinya rendah
dan hina di hadapan Allah Yang Maha Kuasa, oleh karena itu tidak layak kalau
hidup dengan angkuh dan sombong, tidak mau memaafkan orang lain, dan pamrih
dalam melaksanakan ibadah kepada Allah.
B. Ahlak baik
terhadap orang tua
Salah satu ajaran paling penting setelah ajaran
Tauhid adalah berbakti kepada kedua orang tua. Bahkan, menurut pendapat banyak
ulama, ajaran berbakti kepada kedua orang tua ini menempati urutan kedua
setelah ajaran menyembah kepada Allah S.w.t. Dalam Al-Qur’an disebutkan:
14
وَقَضَى رَبُّكَ أَلاَّ تَعْبُدُواْ إِلاَّ إِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَاناً إِمَّا يَبْلُغَنَّ عِندَكَ الْكِبَرَ أَحَدُهُمَا أَوْ كِلاَهُمَا فَلاَ تَقُل لَّهُمَآ أُفٍّ وَلاَ تَنْهَرْهُمَا وَقُل لَّهُمَا قَوْلاً كَرِيماً
“Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah
selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan
sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai
berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan
kepada keduanya perkataan "ah" dan janganlah kamu membentak mereka dan
ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia” (Q, s. al-Isra’ /
17:23)
Ada tiga kelompok yang disebut
orang tua dalam ajaran Islam. Pertama, “الأب الذي ولدك“ : bapak-ibu yang melahirkan, yaitu bapak-ibu
kandung. Kedua, “الأب الذي زوجك“ : bapak-ibu yang mengawinkan, yaitu bapak-ibu mertua. Ketiga,
“الأب الذي علمك“ : bapak-ibu yang mengajarkan, yaitu bapak-ibu guru. Ketiga
kelompok inilah yang diwajibkan atas kita untuk menghormati dan berbuat baik
kepadanya.
C. Ahlak baik
terhadap sesama manusia
Banyak sekali rincian yang dikemukakan Al-Qur'an berkaitan dengan perlakuan
sesama manusia. Petunjuk dalam hal ini bukan hanya dalam bentuk larangan
melakukan hal-hal negative seperti membunuh, menyakiti badan, atau mengambil
harta tanpa alasan yang benar, tetapi juga sampai kepada menyakiti hati dengan
cara menceritakan aib sesorang dibelakangnya, tidak perduli aib itu benar atau
salah. Dalam hal ini Allah berfiman dalam Al-Qur'an surat Al-Baqarah ayat 263
yakni:
Artinya:
"Perkataan yang baik dan pemberian ma'af, lebih baik dari sedekah yang
diiringi dengan sesuatu yang menyakitkan (perasaan penerimanya), Allah Maha
Kaya Lagi Maha Penyantun” (al-Baqarah :263)
Di sisi lain Al-Qur'an menekankan bahwa setiap orang hendaknya didudukan
secara wajar. Tidak masuk kerumah orang lain tanpa izin, jika bertemu saling
mengucapkan salam, dan ucapan yang dikeluarkan adalah ucapan yang baik, hal ini
dijelaskan dalam surat an-Nur ayat 24 yakni :
Artinya: "Pada
hari (ketika), lidah, tangan dan kaki mereka menjadi saksi atas mereka terhadap
apa yang dahulu mereka kerjaka (An-Nur : 24). “
- Akhlak baik terhadap lingkungan
Yang dimaksud dengan lingkungan adalah segala sesuatu yang disekitar
manusia, baik binatang, tumbuh-tumbuhan maupun benda-benda yang tidak bernyawa.
Pada dasarnya akhlak yang diajarkan al-Qur'an terhadap lingkungan bersumber
dari fungsi manusia sebagai khalifah. Kekhalifahan menuntut adanya interaksi
antara manusia dengan sesamanya dan manusia terhadap alam. Kekhalifahan
mengandung arti pengayoman, pemeliharaan, serta bimbingan, agar setiap makhluk
mencapai tujuan penciptaanya.
15
Dalam pandangan Islam, seseorang tidak dibenarkan mengambil buah sebelum matang, atau memetik bunga sebelum mekar, karena hal ini berarti tidak memberi kesempatan kepada makhluk untuk mencapai tujuan penciptaannya.
Ini berarti manusia dituntut mampu menghormati proses yang sedang berjalan, dan terhadap proses yang sedang terjadi. Yang demikian mengantarkan manusia bertangung jawab, sehingga ia tidak melakukan perusakan terhadap lingkungan harus dinilai sebagai perusakan pada diri manusia itu sendiri.
Binatang, tumbuh-tumbuhan dan benda-benda tak bernyawa semuanya di ciptakan oleh Allah SWT, dan menjadi milik-Nya, serta kesemuanya memiliki ketergantungan kepada-Nya. Keyakinan ini mengantarkan seorang muslim untuk menyadari bahwa semunya adalah "umat" Tuhan yang harus diperlakukan secara wajar dan baik.[8]
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Aqidah, syariah, dan
akhlak dalam Al-Qur’an disebut iman dan amal saleh. Iman menunjukkan makna
aqidah, sedangkan amal saleh menunjukkan pengertian syariah dan akhlak.
Seseorang yg melakukan
perbuatan baik, tetapi tidak dilandasi aqidah, maka perbuatannya hanya
dikategorikan sebagai perbuatan baik. Perbuatan baik adalah perbuatan yg sesuai
dengan nilai-nilai kemanusiaan, tetapi belum tentu dipandang benar menurut
Allah. Sedangkan perbuatan baik yg didorong oleh keimanan terhadap Allah
sebagai wujud pelaksanaan syariah disebut amal saleh.
Kerena itu didalam Al-Qur’an kata amal saleh selalu diawali dengan kata iman.
Kerena itu didalam Al-Qur’an kata amal saleh selalu diawali dengan kata iman.
Antara lain firman Allah
dalam (An-Nur, 24:55) :
“Allah menjanjikan bagi
orang-orang yg beriman diantara kamu dan mengerjakan amal saleh menjadi
pemimpin di bumi sebagaimana Ia telah menjadikan orang-orang dari sebelum
mereka (kaum muslimin dahulu) sebagai pemimpin; dan mengokohkan bagi mereka
agama mereka yg Ia Ridhai bagi mereka; dan menggantikan mereka dari rasa takut
mereka (dengan rasa) tenang. Mereka menyembah (hanya) kepada-Ku, mereka tidak
menserikatkan Aku dengan sesuatupun. Dan barang siapa ingkar setelah itu, maka
mereka itu adalah orang-orang yg fasik” (An-Nur, 24:55)
mereka (dengan rasa) tenang. Mereka menyembah (hanya) kepada-Ku, mereka tidak
menserikatkan Aku dengan sesuatupun. Dan barang siapa ingkar setelah itu, maka
mereka itu adalah orang-orang yg fasik” (An-Nur, 24:55)
Oleh karena itu sebagai
muslim dan muslimah yang taat kita harus menjalankan Aqidah , syariat dan ahlak
secara bersamaan agar dapat mendapat ridha Allah SWT. Demikian makalah ini kami
tulis, yang kami harap dapat berguna untuk kami khususnya dan untuk teman-teman
, agar dapat memahami lebih dalam apa itu Aqidah, Syariah dan Ahlak. Semoga kita
semua termasuk golongan orang yang benar.
17
DAFTAR PUSTAKA
http://www.alquran-indonesia.com/web/quran/
http://id.wikipedia.org/wiki/Aqidah
http://alislamu.com/aqidah/683-definisi-aqidah.html
http://muslimcianjur.blogspot.com/2007/04/aqidah-syariah-dan-akhlak-dalam-islam.html
http://pembahasanaqidahsyariahdanakhlak.blogspot.com
http://www.wikisyariah.com/2011/01/syariah.html
http://id.wikipedia.org/wiki/Syariah
18
ijin copas ya min
BalasHapus